Kamis, 17 Februari 2011

INDAHNYA BERZAKAT

Oleh: H. Zenal Satiawan, Lc.
Alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo-Mesir
Dosen Bahasa Arab & Studi Islam di Ma’had Sa’id bin Zaid, Batam

Kita tentu mengenal rukun Islam yang lima yaitu : Syahadat, Sholat, Zakat, Shoum (puasa) dan Haji, di dalam Al Qur'an, perintah menunaikan zakat disebut dalam ayat yang sama dengan perintah sholatDan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan. ” (QS Al Baqarah : 110). Maka seharusnyalah kita umat Islam memperhatikan pentingnya zakat sebagaimana kita memperhatikan pentingnya sholat. Zakat adalah rukun Islam yang bercorak sosial-ekonomi. Dengan menunaikan zakat, disamping ikrar syahadat dan sholat, seseorang barulah sah masuk kedalam barisan umat Islam dan diakui keislamannya, sesuai dengan firman Allah swt yang artinya: "Tetapi bila mereka bertaubat, mendirikan sholat dan membayar zakat, barulah mereka saudara kalian seagama." (QS At Taubah : 11).

Zakat adalah ibadah maaliyah (harta), ijtima'iyah (sosial) yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan ummat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun Islam yang lima, seperti diungkapkan banyak hadits nabi, sehingga keberadaannya dianggap ‘makanah min ad-dien bi adl-dlarurah’ (ketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman). Di dalam Al Qu'ran terdapat kurang lebih 27 ayat yang mensejajarkan shalat dengan kewajiban zakat, dan hanya satu kali disebutkan dalam konteks yang sama akan tetapi dalam ayat berbeda, yaitu surat Al-Mukminun ayat 2 dengan ayat 4 ( Yusuf Qardhawi, Fiqh Zakat, 1973 ).

Ayat-ayat Alqur'an yang mengingatkan orang mukmin agar mengeluarkan sebagian harta kekayaannya untuk orang-orang miskin diwahyukan kepada Rasulullah SAW ketika beliau masih tinggal di Makkah. Perintah tersebut pada awalnya masih sekedar sebagai anjuran, sebagaimana wahyu Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 39: ''Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)''. Namun menurut pendapat mayoritas ulama, zakat mulai disyariatkan pada tahun ke-2 Hijriah. Di tahun tersebut zakat fitrah diwajibkan pada bulan Ramadhan, sedangkan zakat mal diwajibkan pada bulan berikutnya, Syawal. Jadi, mula-mula diwajibkan zakat fitrah kemudian zakat mal atau kekayaan.

Firman Allah SWT surat Al-Mu'minun ayat 4 : ''Dan orang yang menunaikan zakat''. Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan zakat dalam ayat di atas adalah zakat mal atau kekayaan meskipun ayat itu turun di Makkah. Padahal, zakat itu sendiri diwajibkan di Madinah pada tahun ke-2 Hijriyah. Fakta ini menunjukkan bahwa kewajiban zakat pertama kali diturunkan saat Nabi SAW menetap di Makkah, sedangkan ketentuan nisabnya mulai ditetapkan setelah Beliau hijrah ke Madinah. Setelah hijrah ke Madinah, Nabi SAW menerima wahyu berikut ini, ''Dan dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan'' (QS Al-Baqarah: 110). Berbeda dengan ayat sebelumnya, kewajiban zakat dalam ayat ini diungkapkan sebagai sebuah perintah, dan bukan sekedar anjuran.

Menjelang tahun ke-2 Hijriyah, Rasulullah SAW telah memberi batasan mengenai aturan-aturan dasar, bentuk-bentuk harta yang wajib dizakati, siapa yang harus membayar zakat, dan siapa yang berhak menerima zakat. Dan, sejak saat itu zakat telah berkembang dari sebuah praktik sukarela menjadi kewajiban sosial keagamaan yang dilembagakan yang diharapkan dipenuhi oleh setiap Muslim yang hartanya telah mencapai nisab, jumlah minimum kekayaan yang wajib dizakati. Al Qur'an menyatakan bahwa kesediaan berzakat di pandang sebagai indikator utama kedudukan seseorang kepada ajaran Islam sekaligus sebagai ciri orang yang mendapatkan kebahagiaan akan mendapatkan rahmat dan pertolonganNya. Kesadaran berzakat dipandang sebagai orang yang memperhatikan hak fakir miskin dan para mustahik (orang yang berhak mendapatkan zakat) lainnya sekaligus dipandang sebagai orang yang membersihkan, menyuburkan dan mengembangkan hartanya serta mensucikan

Sebaliknya Al Qur'an dan hadits Nabi memberikan peringatan keras terhadap orang yang enggan mengeluarkannya, berhak untuk diperangi (HR. Imam Bukhari dan Muslim dari sanadnya Ibnu Umar), harta bendanya akan hancur dirusak (HR. Imam Bazzar dan Baihaqi), dan apabila keengganan itu memasal, maka Allah SWT akan menurunkan ahzab Nya dalam bentuk kemarau yang panjang (HR. Imam Thabrani). Sedangkan di akhirat nanti, harta benda yang tidak dikeluarkannya akan menjadi azab bagi pemiliknya HR. Imam Muslim dari sanadnya Jabir bin Abdullah. Karena itu Khalifah Abu Bakar Siddiq bertekad untuk memerangi orang yang mau shalat tetapi secara sadar dan sengaja enggan untuk berzakat (Sayid Sabiq, Fiqh Sunah, 1968). Abdullah bin mas'ud menyatakan bahwa, barang siapa yang melaksanakan shalat tetapi enggan melaksanakan zakat, maka tidak ada shalat baginya, Waallahu Alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar