Kamis, 17 Februari 2011

HIJRAH DAN SPIRIT BERBAGI

Oleh ; Kasturi


 
Rasulullah dan para sahabat baru saja memasuki Madinah, takkala mereka disambut oleh kaum muslimin laki-laki, perempuan dan anak-anak yang berlarian dengan muka yang berseri-seri menyambut rombongan Rasulullah, bahkan sebagian diantara mereka ada yang menabuh tetabuhan sambil bersenandung :

“Thola’al Badru Alaina, min tsaniiyyatil wada’
 wajabaa syukru alaina, maada’aa lilllahi da’

Ayyuhal Mab’utsufiina, ji’tabil  amril muthooo’

Purnama telah terbit di atas kami,
dari arah tsaniyyatul wada’
Kita wajib mengucap syukur,
dengan do’a kepada Allah semata,

Wahai orang yang diutus kepada kami,
kau datang membawa urusan yang ditaati “

Kehadiran Rasulullah sungguh telah membawa cahaya baru yang menerangi setiap lorong di kota itu, langit menjadi cerah, harapan menjadi terbuka, fajar menyingsing di pagi hari dan memberikan keyakinan kepada seluruh penduduk negeri, bahwa karunia Allah akan tercurah kepada mereka.

Rasulullah belum lagi turun dari punggung untanya, sementara mereka berebut mengajak rasulullah untuk sudi berhenti dan menginap di rumah mereka, semua orang amat berharap bila rasulullah berkenan singgah d rumah mereka masing-masing, beliau bersabda “ Berilah jalan kepada unta ini, karena ia adalah unta yang sudah diperintah “. Untanya terus berjalan, hingga berhenti di sebuah tempat Bani Najjar yang masih terhitung paman Rasulullah SAW. Baru kemudian beliau turun dan singgah disana.

Para sahabat yang hijrah bersama rasulullah juga disambut oleh kaum Anshar yang ada di kota madinah, Rasulullah dengan bijaksana melakukan sebuah tindakan yang Monumental dalam sejarah, yaitu Taakhi, mempersaudarakan setiap orang dari kaum Anshar dengan kaum Muhajirin, tercatat ada sembilan puluh orang yang dipersaudarakan, separoh dari Muhajirin dan separohnya lagi dari Anshar. Sahabat Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan seorang  Sahabat Anshar yang bernama Sa’ad bin Ar Rabi’, Sa’ad berkata kepada Abdurrahman “ Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya dikalangan Anshar, ambillah separoh hartaku, aku juga mempunyai dua istri , maka lihatlah mana yang engkau pilih, agar aku bisa menceraikannya, jika masa iddahnya sudah habis, maka kawinilah ia”.

Abdurrahman bin Auf menjawab, “semoga Allah memberkahi bagimu dalam keluarga dan hartamu, lebih baik tunjukilah mana pasar kalian”.

Betapa indahnya tata kehidupan Rasulullah dan orang-orang yang bersama dengan dia, mereka hidup dalam damai, dalam semangat saling berbagi dan memahami, dimana yang berpunya dengan rela hati dan ikhlas membantu saudara-saudaranya seiman, mereka tidak rela ada saudaranya yang kelaparan sementara mereka tidur dalam keadaan kenyang.

Sementara karakter orang yang dibantu, dengan segala kebaikan saudara-saudaranya, tidak membuat mereka serta merta meletakkan segala beban mereka kepada orang lain, dengan usaha dan kerja keras, mereka tetap berusaha mencari rizki yang halal dari Alllah SWT tanpa merugikan saudara-saudaranya.

Maha Benarlah Allah dengan FirmanNya,yang menggambarkan kehidupan generasi mulia yang hidup bersama Rasulullah :

“ Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang kafir dan berkasih sayang sesama mereka. …” ( QS. 48 : 29 )

Sejatinya kita di generasi ini, senantiasa bersemangat dalam berkasih sayang diantara kita, saling memperhatikan nasib saudara-saudara seiman dan seaqidah, apalagi kondisi masyarakat kita di negeri ini masih banyak yang berada dibawah garis kemiskinan, Menurut Kepala Biro Pusat Statistik Rusman Heriawan, penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan berjumlah 31 juta jiwa atau 13,3% dari total penduduk sekitar 270 juta jiwa. Indikator penduduk yang hidup pada garis kemiskinan ini dipengaruhi oleh ketidakmampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan pangan dan nonpangan.

Masih menurut Rusman, jumlah penduduk miskin di Indonesia sama dengan enam kali jumlah penduduk Singapura yang berjumlah 5,08 juta jiwa.

Data diatas memperlihatkan kepada kita, betapa luar biasa besarnya jumlah orang-orang yang mengharap uluran tangan orang lain, menanti perhatian dari saudaranya yang memiliki kemampuan. Kondisi ini menjadi lebih berat lagi setelah bencana yang terjadi silih berganti di belahan bumi pertiwi ini, peristiwa demi peristiwa itu jelas turut menambah panjang daftar masyarakat miskin di negeri ini, padahal mereka yang nota bene kebanyakan adalah saudara-saudara kita ummat Islam.

Peristiwa Hijrah Rasulullah mengajarkan, agar kita jangan pernah membiarkan saudara-saudara kita tertidur dalam keadaan kelaparan, yang menyebabkan mereka tidak dapat beribadah dengan sempurna lantaran kemiskinan, jangan biarkan mereka terlunta-lunta karena kebodohan mereka, maka danailah pendidikan mereka agar mereka mengenal Allah dan Agamanya, jangan biarkan mereka dinodai oleh pikiran-pikiran busuk yang merintangi keislamannya, pikiran dan tindakan yang mengancam Aqidah dan keimanan mereka, maka sapalah mereka dengan senyum tulus dan bantuan yang ikhlas.

Semangat hijrah yang dirasakan oleh Rasulullah dan para sahabat, harus juga mengalir bersama aliran darah kita, semangat saling mencintai sebagaimana generasi dimasa lalu, dimana mereka mengelilingi rasulullah dalam keadaan saling mencintai, saling berkorban untuk cinta yang jauh lebih besar yaitu cinta kepada Allah SWT. Maka hari ini, berhijrahlah kita menuju cinta yang besar dari Allah dengan berbagi terhadap sesama. Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar