(Oleh: H. Zenal Satiawan, Lc)
Alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo-Mesir
Dosen Bahasa Arab & Studi Islam di Ma’had Sa’id bin Zaid, Batam
Ayat-ayat Alqur'an yang mengingatkan orang mukmin agar mengeluarkan sebagian harta kekayaannya untuk orang-orang miskin diwahyukan kepada Rasulullah SAW ketika beliau masih tinggal di Makkah. sebagaimana wahyu Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 39: ''Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)''.
Kewajiban zakat dan dorongan untuk terus menerus berinfaq dan bershadaqah yang demikian mutlak dan tegas itu, disebabkan karena di dalam ibadah ini terkandung berbagai hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik, bagi muzakki (orang yang harus berzakat), mustahik maupun masyarakat keseluruhan, antara lain tersimpul sebagai berikut :
Pertama, Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan harta yang dimiliki.
Kedua, Menolong, membantu dan membina kaum dhu’afa (orang yang lemah secara ekonomi) maupun mustahik lainnya kearah kehidupannnya yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus memeberantas sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul ketika mereka (orang-orang fakir miskin) melihat orang kaya yang berkecukupan hidupnya tidak memperdulikan mereka.
Ketiga, Sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan oleh ummat Islam, seperti saran ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) muslim.
Keempat, Untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi harta, sehingga diharapkan akan lahir masyarakat marhammah diatas prinsip ukhuwah Islamiyyah dan takaful ijtima'i.
HARTA YANG DIKELUARKAN ZAKATNYA
Salah satu hal penting dalam fiqh zakat, adalah menentukan sumber-sumber kekayaan (Al Amwal az zakawiyyah) yang wajib dikeluarkan zakatnya. Al Qur'an dan hadits secara eksflisit menyebutkan 7 (tujuh) jenis kekayaan yang wajib dizakati, yaitu emas, perak, hasil tanaman dan buah-buahan, barang dagangan, ternak, hasil tambang dan barang temuan (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah, 1986). Sementara itu menurut Ibnul Qoyim al Jauzi (Zaadul Ma'ad, 1925) bahwa zakat harta itu terbagi dalam empat kelompok besar ; pertama, kelompok tanaman dan buah-buahan, kedua, kelompok hewan ternak, ketiga, kelompok emas dan perak, dan keempat, kelompok harta perdagangan. Sedangkan rikaz (harta temuan) sifatnya hanya insidentil atau sewaktu-waktu. Disamping hal-hal tersebut sifatnya rinci, Al Qur'an menjelaskan pula yang wajib dikeluarkan zakat atau infaqnya, dengan kata-kata amwaal (segala macam harta benda , QS. At-Taubah:103) dan Kasabu (segala macam usaha yang halal, QS. Al-Baqarah: 267).
Dengan demikian, maka segala macam harta, usaha, penghasilan dan pendapatan dari profesi apapun yang halal apabila telah memenuhi persyaratan berzakat, maka harus dikeluarkan zakatnya.
Salah satu persyaratan penting dalam berzakat adalah nishab (harta yang telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara', sedang harta yang tidak sampai pada nishabnya terbebas dari zakat). Nishab zakat penghasilan dan pendapatan pada umumnya dianalogikan pada nishab harta perdagangan yaitu sebesar 85 gram emas per tahun, dengan zakatnya 2,5 %. Bagi yang berpenghasilan tetap, zakatnya bisa dikeluarkan setiap bulan atau bisa pula setiap tahun, tergantung pada cara termudah untuk melakukannya. Adapun jika penghasilan tidak menentu waktunya, misalnya jasa konsultan proyek ataupun penghasilan lainnya, maka pengeluaran zakatnya pada saat menerimanya. Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar