Oleh : KASTURI
Rasulullah saw dan Kaum Muslimin selesai menghadapi perang Dzatur Riqa’, mereka sampai di suatu tempat dan bermalam di sana, Rasulullah saw memilih beberapa orang shahabatnya untuk berjaga secara bergantian. di antara mereka terpilih ”Ammar bin Yasir dan Abbad bin Bisyir” yang berada pada satu kelompok.
Karena melihat Ammar yang sedang lelah, Abbad bin Bisyir mengusulkan agar ’Ammar tidur lebih dulu dan ia yang berjaga, dan nanti bila ia telah mendapatkan istirahat yang cukup, maka giliran ‘Ammar berjaga menggantikannya. ‘Abbad melihat bahwa lingkungan sekelilingnya aman. Maka ia bangkit melakukan sholat malam.
Tiba-tiba saat sedang membaca sebuah surat Al-Quran setelah al-Fatihah sebuah anak panah menancap di pangkal lengannya. Maka dicabutnya anak panah itu dan diteruskannya shalatnya, tak lama kemudian melesat pula anak panah kedua yang mengenai tubuhnya. tetapi ia tak ingin menghentikan shalatnya, hanya dicabutnya anak panah itu seperti yang pertama tadi, dan dilanjutkannya bacaan suratnya.
Kemudian dalam gelap malam itu musuh memanahnya lalu untuk ketiga kalinya. ‘Abbad menarik anak panah itu dan mengakhiri bacaan surat, selesai sholat ia membangunkan Ammar bin Yasir.
‘Ammar terbangun mendengar suara kawannya yang menahan sakit, ‘Ammar amat terkejut, “Subhanallah … ! Kenapa saya tidak dibangunkan ketika kamu dipanah pertama kali tadi…,” Abad menjawab “Ketika aku shalat, aku membaca beberapa ayat al-Quran yang amat mengharukan hatiku, hingga aku tak ingin untuk memutuskannya … ! Dan demi Allah, sungguh kalau tidak karena takut menyia-nyiakan pos penjagaan yang ditugaskan Rasul kepada kita menjaganya, aku lebih suka mati daripada memutuskan bacaan ayat-ayat yang sedang kubaca itu … ”
Demikianlah sebuah kisah telah digoreskan dengan tinta emas oleh para sahabat untuk menjadi pelajaran oleh generasi setelahnya, untuk kegemilangan Agama ini, yaitu Islam yang mulia.
Sungguh amat menarik pribadi Rasulullah dan para sahabatnya, mereka adalah orang-orang yang memiliki energi jiwa yang amat luar biasa, energi yang tidak akan pernah berkurang, yaitu energi yang dialirkan oleh Alquran kepada mereka.
Maka kita dapat melihat, bagaimana seorang sahabat Nabi seperti Abbad bin Bisyir merasakan kenikmatan yang amat luar biasa, saat ia berinteraksi dengan Alquran. Bahkan apalah artinya luka di tubuhnya akibat panah, dibandingkan dengan kenikmatan yang ia rasakan takkala bermunajat, menyepi dan melakukan sebuah curhat langsung kepada pemilik alam ini, Allah swt. Itulah kenikmatan yang tidak akan pernah dirasakan oleh orang-orang tidak diberikan hidayah oleh Allah swt berupa kenikmatan mereguk setiap untaian mutiara kalam Allah swt pada Alquran yang dibaca.
Dan interaksi yang intens bersama Alquran ini, mengantarkan mereka dapat merasakan kegemilangan Islam, menikmati bimbingan Allah swt setiap saat, sehingga hidup mereka menjadi berkah dan bernilai, lihatlah bagaimana kisah-kisah kehidupan mereka, ternyata tidak ada yang sia-sia, terbuang percuma.
Hari ini, ketika kita berbicara tentang cita-cita kemajuan ummat Islam, maka aksiomanya tetap sama, saat jaya adalah saat Alquran membersamai pada setiap penggalan waktu di tubuh ummat ini.
Bentuk interaksi kita dengan alquran :
1. Mempelajarinya
Inilah interaksi pertama kita dengan alquran, barangkali masih terbayang di benak kita, saat kecil, dimana dulu di kampung-kampung, saat malam tiba, saat suara anak-anak mengaji ramai terdengar. Dengan penuh semangat mereka belajar bagaimana cara membaca Alquran. Sayangnya dengan dalih perkembangan zaman, suara anak-anak yang belajar membaca Alquran, kini berganti suara musik dan sinetron, budaya baru merasuk jiwa ummat ini.
2. Membacanya
Pada sebagian orang, ada pemahaman bahwa membaca alquran sudah selesai saat khatam alquran dulu bersama guru ngaji, setelah itu perpisahan terjadi antara dirinya dengan alquran, bahkan ada yang bertanya ” ngapai sih baca alquran, kayak nggak ada kerjaan aja ”, Nauzubillahi min dzaalik.
Ketika seorang mengaku dirinya seorang muslim, maka konsekwensinya adalah ia beriman kepada rukun iman, dan salah satunya adalah iman kepada kitab Allah swt, diantaranya Alquran alkarim. Maka wujud keimanan seseorang terhadap Alquran adalah banyak berinteraksi bersamanya.
Pertanyaannya adalah, berapa banyak waktu yang kita siapkan dalam sehari-hari kita buat Alquran, kalau seorang sanggup menghabiskan waktu 3 atau 4 jam untuk menonton pertandingan bola, maka berapa jam yang disiapkan untuk Alquran. Padahal Allah swt akan memberikan balasan pada setiap huruf yang dibaca, dengan kebaikan yang berlipat ganda.
3. Mentadaburinya
Alquran bukanlah sebagai sebuah bacaan sama seperti bacaan pada umumnya, melainkan Kalam Allah swt yang diturunkan buat kita, yang mampu menuntun hidup kita menjadi bermakna dan terarah. Untuk itu nilai-nilai serta pesan yang disampaikan Allah swt akan merasuk ke dalam relung hati seorang manusia dengan cara mentadaburi setiap ayat yang kita baca.
4. Menghafalkannya
Menghafalkan alquran, adalah sarana bagi kita untuk lebih akrab dengan alquran, rasa cinta yang kita miliki dengan alquran diwujudkan dengan relanya kita memberikan porsi waktu yang cukup buat alquran untuk membacanya, hafalan yang kita miliki membantu itu semua.
5. Mengamalkannya
Puncak kesungguhan manusia yang dinilai oleh Allah swt, adalah seberapa besar kesungguhan mereka dalam kebaikan. Inilah amal-amal (kerja-kerja) sholih yang mereka tunaikan, sehingga menghasilkan buah kebaikan yang akan dinikmati oleh orang yang ada disekitarnya. Maka benarlah apa yang difirmankan oleh Allah swt. ” Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran” Wallahu ’Alam